bunga gelas berharap pada kelopak tapi kau gugurkan bunga. apa yang kau petik itu yang kau tanam. kumpulkan tiup kumpulkan peniup. kau dengar tanda tinggal rasa dalam dada. dalam kelopak, adakah yang sama dengan ia selain usia? berharap pada daun tapi kau patahkan tampuk. apa yang kau gapai itu yang kau tuai. kumpulkan kulit kumpulkan pengulit. kau lihat kata tinggal dusta dalam rupa. dalam daun, adakah tahun yang sama menyimpan sari yang sama? berharap pada sari tapi kau belah biji. apa yang kau genggam itu yang kau pendam. kumpulkan lirih kumpulkan pelirih. kau rasa kaca tinggal cahaya dalam suara. dalam sari, adakah yang tumbuh menunas di sana? ah, bunga. dalam gelas batang terkurung cabang lepas (2007) kutuk tanah selamat malam, akar. adakah kau bentangkan tembikar dalam bekas tanah bakar? kau pelihara pucuk ingin kau tusuk langit. kau kabarkan kau siarkan, "akulah masa depan." betapa kau kekalkan hanya untuk sebatang. hanya petang yang kau pikirkan. tentang ia: batang dan cabang, terus kau relakan kau lupakan, kau biarkan selamat malam, batang. adakah kau titipkan kekuatan pada cabang? kau pelihara buah ingin kau belah. yang satu kau makan yang satu kau buang, "akulah masa lalu." betapa kau dirikan hanya untuk sendiri. hanya pagi yang kau pikirkan. tentang ia: pucuk dan akar, terus kau girik kau rintikkan selamat malam, akar. selamat malam, batang. kenalkan: akulah tanah. kupelihara kalian ingin kubuktikan sejarah tak 'kan berulang. betapa telah kalian lupakan tengah hari. hei, akar dan batang! celakalah kalian yang kutumbuhkan kumekarkan, kumatikan (2007)
kupu kupu kau datangi ia, adakah kau telah lupa dengan kepak? tak kau kira ia akan berjarak menindak seperti daun sikejut, sekali sentuh. geraknya begitu malu. "begitu." kau pulangkan getar pada tampuk. betapa kau sangat ingin kau datangi ia, adakah kau sedikit punya rasa tentang jarak? tak kau kira ia akan mendadak menguncup seperti daun putri malu: sekali sentuh. getarnya begitu ragu. "begitu." kau kembalikan ia pada semula. betapa ingin menyapanya kau datangi ia, adakah kau mendadak menyapa sebelum ia bertanya: engkau siapa? tak kau kira ia pun lupa sebagaimana kau lupa dengan kepak. maka hanya jarak, pandangi saja ia. kirimkan warna yang kau punya atau berikan ia sepotong sayap (ah, akhirnya kau juga ragu) (2007)
tanah batu sekali waktu, kau lihatlah langit biru adakah sesuatu yang ia tunggu? tak henti ia bercakap dengan matahari selagi angin tak lari dari biji. mungkin biji tak berisi mungkin isi mengosongkan diri. tak habis habis menyinari saat kau berdiri saat kau berhenti sepanjang hari, "adakah awan membelah diri hari ini?" sekali waktu, kau lihatlah langit kelam adakah ia bercakap dengan bulan dengan bintang? tak henti dikirimnya angin dikirimnya dingin selagi gigil pergi dari biji. mungkin biji tak kan jadi isi mungkin isi menghanyutkan diri. tak habis habis menyirami saat kau terlelap saat kau tengkurap di bawah atap, "adakah esok ia bercakap?" sekali waktu, kau lihatlah tanahsi peragu adakah ia masih membatu (2007)
tanah liat tanah liat bau keringat tidakkah kau lihat ia begitu berkilat? betapa kau ragu menginjak ia. kau pikir langkah akan memisah dari arah. tak penting apa ia keras atau tidak, yang jelas: injak ia! masih kau tunggu, sungguh ia tak tahu mana yang kau mau sebelum tumbuh sesuatu tanah liat bau keringat tidakkah kau dengar ia sedang bercakap? betapa ia ragu menginjak kamu. ia kira bisu akan membuat kau gagu. tak penting apa kau abu atau debu, yang perlu: injak ia! masih ia tunggu, sungguh kau tak tahu mana yang ia mau sebelum kau temu satu tanah liat hari pelayat tidakkah kau juga berkeringat? (2007) Romi Zarman lahir di Padang, Sumatra Barat.
Sumber Koran Tempo, Minggu, 09 September 2007 Naskah ini dikirim oleh Romi Zarman untuk Riaksiak. Terimakasih telah melayari riaksiak...
|